Manhaj Cipari

*Pola kehidupan Masyarakat

============

MESJID AS SYURO-CIPARI

Mesjid ini didirikan pada masa Kolonial Hindia Belanda, Mulai dibangun tahun 1895, namun baru usai pada tahun 1936. Pendirinya adalah K.H. Yusuf Taudziri. Batas-batas mesjid sekarang, sebelah utara : Kampung Pinggirsari dan Kampung Tegalkiang Kecamatan Sukawening, selatan adalah Kampung Babakan Cipari dan Kampung Cidewa Kecamatan Pangatikan, barat adalah Pasar Karangsari Kampung Cimaragas dan pesawahan Kecamatan Pangatikan, dan sebelah timur adalah sawah dan makam Kecamatan Sukawening .
Mesjid ini selain berfungsi sebagai mesjid dan pesantren, pada zaman kolonial digunakan sebagai tempat latihan perang, pertahanan, dan berdirinya PSII cabang Garut; Pada zaman kemerdekaan sebagai basis latihan tentara pejuang dan dapur umum; zaman pemberontakan DI/TII dijadikan tempat pengungsian, perawatan pejuang yang terluka ketika kembali dari hijrah ke Yogyakarta, tempat perlindungan para pejuang dan keluarganya, dapur umum, serta latihan perang; Pada zaman G30S/PKI dijadikan tempat perjuangan melawan PKI, tempat pertemuan para ulama, pertahanan dan perlindungan, serta dapur umum. Sekarang berfungsi sebagai masjid dan madrasah.
Mesjid Cipari Wanaraja merupakan mesjid kuno berupa bangunan kolonial, berdenah empat persegi panjang berukuran 30 m x 10 m dengan lantai ditinggikan ± 1 m. Memiliki atap genteng dengan dinding tembok beton; 3 pintu kaca dan kayu bagian bawahnya berukuran 2 m x 1 m; 5 anak tangga menuju pintu masuk; 40 jendela kaca berkuran 120 cm x 60 cm (bawah) dan 100 cm x 60 cm (atas) dalam façade bagunan berjejer di samping kiri-kanannya dengan ventilasi beton; menara beton di atas atap; dan tangga menuju menara berada dalam 2 ruangan di bagian belakang bangunan (kiri dan kanan).
Yang paling unik dari mesjid ini adalah tentu saja adalah arsitekturnya yang mirip gereja-gereja di Eropa pada abad pertengahan. Bahkan logo bulan sabit di puncak menara saja (seingat saya ) baru pasang pada tahun 2016 lalu, hadiah dari seorang dosen UNPAS-Bandung, bersamaan dengan penggantian warna kubah dari cat hijau menjadi cat emas.
====
Dilatar belakangi nenek moyangnya yang akrab dengan perlawanan terhadap penjajah/ pemberontakan, masyarakat Cipari umumnya punya sifat militan yang tinggi bahkan cenderung keras. mereka siap berdiri dibelakang siapa pun pejabat pemerintahnya namun mereka tak segan mengkritik mereka jika ditemukan adanya pelanggaran atau penyelewengan.

 

** Pola Ibadah

Para pendirinya dengan tegas melarang berdirinya mesjid lain untuk ibadah jum’at dalam radius 1 km apapun alasan syaranya, hal ini demi merawat kesatuan jama’ah  di lingkungannya.

Di mesjid tidak ada jamaah wanita; mereka salat di rumahnya masing2, atau bahkan ada mesjid KHUSUS wanita saja.

Usai sholat berjamaah gelombang awal tidak ada berjamaah lagi. Artinya mereka yang datang hanya mendapat rakaat terakhir, diharuskan meneruskan sendiri-sendiri..dan mereka yang masbuk total. Hal ini demi menghindari seseorang atau beberapa orang meremehkan shalat jama’ah dan seringkali membuat jama’ah lagi setelah jama’ah pertama; atau dilihat dari gerak-gerik, mereka biasa menunda shalat jama’ah dan hanya ingin melaksanakan dengan pembela hawa nafsu (baca: ahli bid’ah) yang setipe dengan mereka, -jika memang alasannya seperti ini-, maka membuat jama’ah kedua menjadi terlarang untuk menutup jalan terjadinya perpecahan sebagaimana keinginan ahli bid’ah. Jika kasus seperti ini dilarang, bukan berarti kita harus meninggalkan dalil-dalil yang membolehkan jama’ah kedua bagi orang yang luput dari jama’ah pertama.

***Pola Pembelajaran Pondok Pesantren